pengembangan kurikulum
Desember 4, 2023 Oleh masterdoy Off

Definisi, Landasan, Dimensi, Prinsip, Batang tubuh, Sumber dan Model Pengembangan Kurikulum

Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan jantungnya pendidikan dan merupakan komponen yang sangat penting dalam terselenggaranya pendidikan, baik pendidikan sekolah dasar, menengah ataupun pendidikan tinggi. Namun kurikulum sifatnya tidak statis (tetap) melainkan dinamis (berubah), ini disesuaikan dengan perkembangan zaman yang ada.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana yang harus dimiliki oleh satuan pendidikan agar pembelajaran yang dilaksanakan berjalan dengan baik. Banyak para ahli mendefinisikan kurikulum, tetapi di Indonesia kurikulum tetap berpijak pada definisi kurikulum yang termuat dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 19, yaitu “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi, tujuan dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

Pada UU Sisdiknas No. 20 Th. 2003 pasal 36 ayat 1 disebutkan juga bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan, yaitu kurikulum pendidikan sekolah dasar, kurikulum pendidikan sekolah menengah dan kurikulum pendidikan tingkat tinggi. Kurikulum yang disusun di Indonesia mengacu pada kerangka Negara Kesatuan Repubelik Indonesia (NKRI) dengan mengacu kepada: Peningkatan Iman dan Takwa; Peningkatan Akhlah mulia; Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik; Keragaman potensi daerah dan lingkungan; Tuntutan pembangunan daerah dan nasional; Tuntutan dunia kerja; Agama; Perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi (IPTEK) dan seni;  Dinamika perkembangan global; serta persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Kurikulum Pendidikan di Indonesia telah menyesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan karakter perserta didik sesuai dengan perkembangan zaman yang ada baik di Indonesia maupun di dunia. Saat ini kurikulum yang digunakan oleh pendidikan yang ada di Indonesia adalah kurikulum 2013 dan sebagian menggunakan kurikulum pengembangannya yaitu kurikulum 2022 atau sering disebut dengan kurikulum Merdeka.

Kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan mulai dari kurikulum 1945, 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013 dan sekarang kurikulum 2022. Kurikulum 2013 hingga saat ini masih relevan dengan kehidupan bangsa Indonesia, karena dalam kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, fenomena sosial, fenomena seni dan fenomena budaya.

Fenomena tersebut dijadikan dasar dan pendekatan bagi peserta didik untuk memiliki sikap, keterampilan, pengetahuan lebih baik dan pengembangan karakter peserta didik.

Sedangkan kurikulum 2022 atau kurikulum merdeka merupakan kurikulum yang berupaya menyempurnakan kurikulum 2013, dimana kurikulum 2022 merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler dengan konten yang beragam agar peserta didik dapat lebih optimal dan memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan penguatan kompetensi baik itu kompetensi sikap, kompetensi keterampilan maupun kompetensi pengetahuan. Sekolah diberi kebebasan untuk merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik di daerah masing-masing dan tidak tergantung pada kurikulum yang ditetapkan secara nasional dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kebutuhan lokal serta potensi daerah dalam pembelajarannya.

Selain itu kurikulum merdeka mengedepankan pendekatan yang lebih konstektual, kolaboratif dan berbasis proyek. Peserta didik diajak untuk aktif berpastisifasi dalam proses pembelajaran, mengembangkan keterampilan abad 21, serta melibatkan komunitas sekitar sebagai sumber belajar. Dalam kurikulum 2022 ini peran peserta didik lebih menonjol dibandingkan dengan peran guru, dimana peserta didik sebagai pusat pembelajaran (student centered) dan guru sebagai fasilitator.

 Pada penjelasan di atas telah disinggung bahwa kurikulum yang digunakan mengacu pada jenjang pendidikan yaitu pendidikan sekolah dasar, menengah dan tinggi. Kurikulum pendidikan sekolah dasar merupakan seperangkat rencana yang dipersiapkan untuk proses pembelajaran di tingkat pendidikan sekolah dasar untuk memberikan landasan pengetahuan dan keterampilan, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Selain itu ditujukan untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan peserta didik seperti kecerdasan intelektual, keterampilan sosial, emosional dan fisik. Pendidikan sekolah dasar yang dimaksud adalah pendidikan anak yang berusia 7 tahun hingga 13 tahun yang pengembangannya disesuaikan dengan satuan pendidikan, potensi sosial dan potensi budaya. Dan di sekolah dasar inilah peserta didik dituntut belajar untuk mengusai semua bidang studi dan bagaimana cara menyelesaikan masalahnya, baik pembelajaran di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Intinya bahwa kurikulum pendidikan sekolah dasar dibuat untuk memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupannya baik untuk pribadi dan maupun untuk masyarakat.

Sedangkan kurikulum pendidikan sekolah menengah merupakan seperangkat rencana yang dipersiapkan untuk proses pembelajaran di tingkat menengah, yaitu kurikulum yang dipersiapkan untuk peserta didik yang memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan dan karakter menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan lingkungan sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.

Kurikulum 2013 dan kurikulum 2022 yang digunakan pada pendidikan dasar atau menengah sekarang ini tentunya mengacu pada dimensi atau ruang kurikulum itu sendiri, dimana dimensi kurikulum menurut S. Hamid Hasan (1988) tersebut mencakup empat dimensi kurikulum yaitu ide atau konsepsi, rencana, kegiatau atau aktifitas dan hasil (output).

Pengertian kurikulum dihubungkan dengan dimensi ide atau konsep mengandung makna sekumpulan ide atau gagasan atau konsep yang dipikirkan untuk pengembangan kurikulum selanjutnya untuk dijadikan pedoman pendidikan baik secara mikro atau terbatas maupun secara makro atau luas. Salah satu pengertian kurikulum dalam dimensi ini terdapat dalam saduran konsep dasar kurikulum, kurtek UPI 2008 yaitu “… curriculum it self is a construct or concept , a verbalization of an extremely complex idea or set of ideas”. (Olivia, 1997:12).

Pengertian kurikulum dihubungkan dengan dimensi rencana (plan), kurikulum dibuat dengan mengacu pada permasalahan-permasalahan yang ada dan dijadikan sebuah ide atau konsep. Artinya bahwa dimensi ini merupakan tindak lanjut dari dimensi ide/ gagasan. Dimana kurikulum sebagai seperangkat rencana program yang tertulis dan mengadministrasikan tujuan, konten, isi dan bahan pelajaran guna mencapai tujuan pendidikan tertentu (read: Pendidikan SD, Menengah dan Tinggi). Sebagaimana yang disadur dalam Konsep dasar Kurikulum, Kurtek UPI 2008, Hilda Taba (1962) mengatakan “…A curriculum is a plan for learning; therefore, what is known about the learning process and the development of the individual has bearing on the shaping of curriculum”.

Dengan demikian rencana merupakan kegiatan atau upaya sistematis dalam mencapai tujuan dengan harapan mempermudah proses belajar mengajar atau pembelajaran yang kondusif. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Sudjana (1989:31) yaitu pada dasarnya kegiatan merencanakan meliputi penentuan tujuan pengajaran, menentukan bahan pelajaran, menentukan alat dan metode dan alat pengajaran dan merencanakan penilaian pengajaran.

Pengertian kurikulum dihubungkan dengan dimensi aktivitas atau kegiatan. Dimensi akktivitas merupakan tindak lanjut dari dimensi sebelumnya yaitu dimensi rencana, dimana dimensi kegiatan ini merupakan inti dari proses perencanaan, karena rencana tanpa pelaksanaan kegitan tidak akan bermakna apa-apa perencanaan tersebut. Oleh karena itu civitas pembelajaran yaitu guru dan peserta didik maupun pihak-pihak terkait dengan pengelolaan pendidikan pada setiap jenjang dan jenis pendidikan harus memaknai dimensi aktivitas ini sebagai proses inti dari dimensi perencanaan.  Sebagaimana pendapat L. Thomas Hopkins (1941) yang disadur dari Konsep Daar Kurikulum, Kurtek UPI 2008 yaitu “…..The curriculum is a design made by all of those who are most intimately concerned with the activities of the life of the children while they are in school…a curriculum must be as flexible as life and living. It cannot be made beforehand and given to pupils and teachers to install.[also it/.. represents those learning each child selects, accepts, and incorporates into himself to act with, in, and upon in subsequent experiences”.

Dimensi kurikulum terakhir yaitu dimensi hasil atau produk. Hasil yang dimaksud adalah bagaimana sesuatu ide yang telah direncanakan oleh pendidik dan dilaksanakan dengan peserta didik di dalam pembelajaran dapat mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan atau belum tercapai sama sekali. Ketercapaian tujuan ini dapat dilihat dari kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum yang harus dimiliki oleh peserta didik, baik kompetensi akademik maupun kompetensi non akademik. Ada beberapa ahli berpendapat terkait dengan dimensi kurikulum sebagai output/ produk/ hasil yaitu “Curriculum is defined as a plan for archieving intended learning outcomes: a plan concerned with porpuses, whit what is to be learned and with the result of instruction” (Unruh and unruh 1984:96) dan “segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi didalam ataupun diluar sekolah (Hilda Taba Nasution, Azas-azas kurikulum), yang disadur dari Konsep Dasar Kurikulum, Kurtek UPI 2008.

Kurikulum sebagai jantungnya pendidikan yang dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan (pembelajaran) tentunya harus memiliki atau memperhatikan landasan-landasan atau dasar-dasar yang dijadikan sebagai pijakan. Landasan tersebut dapat mengacu pada landasan filosofi, landasan psikologi, landasan teknologi dan landasan sosial budaya.

Filsafat merupakan suatu ilmu yang dapat menjembatani suatu ilmu lain, artinya bahwa permasalahan-permasalahan ilmu yang tidak dapat diselesaikan tentunya akan kembali ke ilmu filsafat.

Kurikulum  sebagai bagian atau komponen penting dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia khususnya, oleh karena itu dalam menentukan kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas. Artinya filsafat yang tidak jelas (kabur) akan menimbulkan sebuah kurikulum yang tidak menentu arahnya sehingga tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum tersebut tidak tercapai. Segala keputusan yang diambil dalam pendidikan atau kurikulum tentunya mempunyai dasar filosofis. Contohnya saja kurikulum 2022 atau kurikulum merdeka sekarang yang  sedang dikembangkan merujuk pada pandangan filosofis pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Lebih jauhnya tentu pendidikan atau kurikulum Indonesia berlandaskan atas Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila. Selain itu ada beberapa aliran filsafat yang mendasari mengapa pengembangan kurikulum sangat penting.

  1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
  2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
  3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
  4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, varias pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
  5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.

Jika melihat pada aliran filsafat yang ada bahwa kurikulum yang sedang dikembangkan di Indonesia sekarang mengacu pada aliran filsafat rekonstruktivisme yang banyak mengembangkan pada pengembangan model kurikulum interaksional. Aliran ini juga lebih memberikan faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum yang didalamnya dari kurikulum yang berpusat pada guru (teacher center) menjadi kurikulum yang berpusat pada peserta didik (student center).

Oleh karena itu, landasan filosofis atau landasan filsafat pendidikan tentunya  signifikan bermanfaat bagi kurikulum. Ada beberapa manfaaat, yaitu:

  1. Filsafat pendidikan menentukan arah kemana anak-anak harus dibimbing, sehingga filsafat menentukan tujuan pendidikan;
  2. Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai;
  3. Filsafat menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu;
  4. Filsafat memberi kebulatan kepada usaha pendidikan;
  5. Filsafat memberi petunjuk tujuan pendidikan, petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai; dan
  6. Filsafat memberi tujuan pendidikan untuk memotivasi dalam proses belajar mengajar atau pembelajaran.

Landasan yang kedua merupakan landasan psikologis yang tidak kalah penting dari landasan filsafat dalam melandasi pengembangan kurikulum. Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji perilaku individu (khususnya manusia) dalam interaksinya dengan lingkungan. (Surya, Mohamad.2013.Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi.Alfabeta:Bandung, hal.10).

Sebagaimana di atas telah dijelaskan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana atau pedoman bagi guru dalam mengantarkan peserta didik sesuai dengan harapan atau cita-cita dan tujuan pendidikan. Secara psikologis tentunya peserta didik memiliki keunikan dan perbedaan perilaku, baik itu perbedaan minat, bakat maupun potensi yang dimiliki sesuai dengan tahapan perkembangannya. (Mukhidin.2002.Kurikulum Pembelajaran Vokasional.Bandung:Gapura Press, hal.29). Selanjutnya perilaku individu juga dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu perilaku motorik, kognitif, konatif dan afektif.(Mohamad Surya, 2013:12).

Alasan perilaku peserta didik inilah menjadi dasar mengapa pengembangan kurikulum harus memperhatikan kondisi perkembangan dan psikologis peserta didik. Maka dari itu, kurikulum 2022 sebagai kurikulum 2013 yang dikembangkan tidak hanya mengedepankan 3 aspek kompetensi (kognitif, afektif dan psikomotor) dan pengembangan karakter peserta didik tetapi dalam kurikulum merdeka yang sedang dikembangkan menitikberatkan pada pembelajaran dengan tahapan-tahapan atau fase-fase perkembangan peserta didik atau anak, sehingga didalamnya dibagi menjadi 6 fase yaitu fase A, fase B, fase C, fase D, fase E dan fase F.

Fase A atau fase pondasi atau fase usia mental dimana menitikberatkan pada mata pelajaran berbasis tematik dan ini diperuntukan bagi peserta didik dasar yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)/ sederajat dan Sekolah Dasar (SD)/ sederajat kelas 1 dan 2. Fase B masih fase usia mental yang tidak jauh berbeda dengan fase A, namun disini diperuntukan bagi peserta didik kelas 3 dan 4 SD. Fase C menitikberatkan kepada guru agar tidak memaksakan peserta didik untuk memahami konsep atau kompetensi yang belum dikuasainya dan ini diperuntukan bagi peserta didik kelas 5 dan 6 atau sederajat. Fase D, merupakan fase yang diperuntukan bagi peserta didik jenjang SMP/ sederajat yang terbagi menjadi 2 bagian berdasarkan beban belajarnya yaitu kelompok kelas 7-8 dan kelompok kelas 9. Untuk SMA dan sederajat berada di fase E dan F dan pada fase ini peserta didik dapat menegenali dan menentukan sesuai bakat dan minatnya.

Itulah yang menjadi penting adanya landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum dalam pendidikan.

Landasan yang ketiga adalah landasan sosial budaya. Di atas telah dijelaskan bahwa kurikulum memberi bekal untuk kehidupan peserta didik baik utuk pribadinya maupun untuk masyarakat, artinya peserta didik tidak terlepas dari kehidupan dimana ia berada yaitu lingkungan tempat tinggalnya tiada lain masyarakat. Selain itu menurut Dadang Sukirman dalam Mukhidin (2002:48) dijelaskan bahwa pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia berbudaya. Faktor kebudayaan ini memberikan pengaruh dalam pengembangan kurikulum karena individu harus berbudaya dengan cara berinteraksi dengan keluarga, masyarakat dan lingkungan, kurikulum merupakan refleksi dari cara berfikir dan nilai yang sudah lahir di masyarakat. Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga gagasan yakni ide, kegiatan dan benda hasil karya manusia. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing mempunyai sistem sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat.

Oleh karena itu landasan sosial budaya berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan landasan sosial budaya digunakan untuk menentukan materi kurikulum yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat serta landasan sosial budaya dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat.

Landasan yang terakhir mengapa sangat penting dalam pengembangan kurikulum adalah landasan teknologi. Teknologi berkembang sangat pesat mulai dari pertengahan abad 20 artinya akal manusia sudah mengalami perkembangan yang pesat dari abad ke abad. Perkembangan teknologi dan informasi telah merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu perlu adanya kurikulum yang mengakomodir dan mengantisipasi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum yang harus dipersiapkan merupakan kurikulum yang berorientasi kepada belajar sepangjang hayat dan standar mutu pendidikan yang tinggi yang disertai dengan kemampuan meta kognisi dan kompetensi untuk berpikir serta belajar bagaimana belajar (learning to learn). Memasuki abad 21 tentunya pendidikan harus disiapkan dengan matang jangan sampai peserta didik atau anak-anak tergerus oleh perkembangan IPTEK. Oleh karena itu pendidikan Indonesia melalui kurikulum 2022 melakukan terobosan baru dengan memberikan rumusan pendidikan atau pembelajaran abad 21. Pembelajaran ini mengedepankan 4C yaitu Critical thinking, Creative thinking, Collaboration dan Communication. Dengan demikian diharapkan pembelajaran ini dapat mempersiapkan sungguh-sungguh untuk peserta didik agar dapat berkembang di dunia yang cepat berubah terutama dalam perkembangan teknologi.

Kurikulum (curriculum) yang disusun tentunya tidak terlepas dari pengajaran (instruction) dan keduanya merupakan komponen pendidikan. Merancang suatu kurikulum tanpa mempertimbangkan pengajaran sebagai bagian dari pendidikan akan berdampak buruk bagi pendidikan itu sendiri khususnya peserta didik. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana yang dijadikan sebagai pedoman untuk pelaksanaan pembelajaran. sedangkan instruksi merupakan metode atau cara mengajar kepada peserta didik dimana bagian pendidikan yang berada pada kendali guru sebagai pengajarnya.

Menurut Ornstein dan Hunkins (2009) bahwa kurikulum merupakan perancangan untuk mencapai sasaran atau tujuan. Pendapat lain, Abd. Latif (2006) bahwa kurikulum adalah perancangan yang menyediakan peluang pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan dan objek khusus bagi kumpulan sasaran untuk sesuatu institusi pendidikan. Sedangkan instruksi dalam Yusup (2001) merupakan cara menyampaikan isi kurikulum kepada pelajar/ peserta didik.

Ada beberapa pendekatan yang membedakan antara kurikulum dan instruksi.

  1. Berdasarkan disiplin ilmu pengetahuan (epistemologi) yang esensial bahwa kurikulum menerapkan keperluan asas pembelajaran murid, Ornstein dan Hunkins (2009) sedangkan instruksi pendekatannya kognitif yang merupakan proses mengetahui dan memahami yang meilbatkan pikiran, memori, motivasi dan pemikiran (ivers  dan Baron, 1998)
  2.  Kurikulum berpusat pada siswa (student center), artinya lebih melihat kepada pengalaman peserta didik dalam mengaplikasi suatu keterampilan, sedangkan instruksi/ pengajaran adalah guru memberi pengalaman kepada peserta didik untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Kurikulum berasaskan keperluan masyarakat dan guru melaksanakannya.

Selain itu, Kurikulum adalah desain, kerangka pendidikan dan mengacu pada semua mata pelajaran yang menyusun suatu program studi menurut tingkatan di sekolah atau perguruan tinggi sedangkan Instruksi adalah bagaimana guru menyampaikan kurikulum kepada peserta didik.

Di awal telah dikemukakan bahwa kurikulum harus mengacu pada landasan-landasan atau pijakan. Kurikulum juga harus memiliki prinsip-prinsip agar kurikulum yang dibuat dan dihasilkan memberikan harapan yang baik, baik bagi peserta didik, pihak sekolah, orang tua dan masyarakat. Prinsip-prinsip yang harus dimiliki dalam pengembangan kurikulum yaitu:

  1. Prinsip berorientasi pada tujuan;
  2. Prinsip perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik;
  3. Prinsip Beragam dan terpadu;
  4. Prinsip tanggap terhadap perkembangan IPTEK;
  5. Prinsip kontinuitas;
  6. Prinsip Fleksibilitas;
  7. Prinsip integritas;
  8. Prinsip Komprehensif;
  9. Prinsip belajar sepanjang hayat; dan
  10. Prinsip seimbang antara kepentingan nasional dan daerah.

Namun perkembangan zaman membuat adanya perubahan-perubahan pada kurikulum (tujuan, materi hingga evaluasi), oleh karena itu perlu adanya pembenahan pengembangan kurikulum yang efektif melalui prinsip pengembangan kurikulum.  Tujuan dari prinsip pengembangan kurikulum tidak terlepas dari tujuan yang disampaikan oleh Undang-undang Sisdiknas No.30 Th. 2003 pasal 3, dimana “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis secara bertanggung jawab”.

Pada kurikulum 2013 pengembangan kurikulum memiliki 5 prinsip, yaitu:

a. Prinsip relevansi;

Guru memberikan materi dan pengalaman dengan harapan relevan dengan permasalahan yang ada pada masyarakat.

b. Prinsip Fleksibilitas;

Kurikulum yang digunakan tidak kaku, tidak statis, tetapi kurikulum harus bersifat dinamis bergerak mengikuti kebutuhan dan perkembangan zaman.

c. Prinsip Kontinuitas;

Pedoman pengajaran yaitu kurikulum harus memiliki proporsional dengan materi ajar dan perilaku.

d. Prinsip Efektifitas;

Menurut Hamalik, Kamal, dan Muktiana, prinsip efektivitas mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan dengan tepat, baik secara kualitas maupun kuantitas.

e. Prinsip Efisiensi.

Prinsip efisiensi digambarkan dengan tenaga, waktu serta biaya yang dikeluarkan untuk mencapai hasil yang memuaskan.

Sedangkan pada kurikulum merdeka, pengembangan atau penyusunan kurikulum memuat 5 prinsip, yaitu:

a. Berpusat pada peserta didik;

Kebutuhan dan keragaman peserta didik harus terpenuhi.

b. Konstektual;

Prinsip ini menunjukkan kekhasan dan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan.

c. Esensial;

Kurikulum yang dibuat harus memuat semua unsur informasi penting/utama yang dibutuhkan dan digunakan di satuan pendidikan. Bahasa yang digunakan lugas, ringkas, dan mudah dipahami.

d. Akuntabel;

Kurikulum yang dibuat dan dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan karena berbasis data dan terkini.

e. Melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

Pengembangan kurikulum harus melibatkan pemangku kepentingan diantaranya komite sekolah, orang tua, hingga pemerintah.

            Demikianlah pentingnya pengembangan kurikulum harus memuat prinsip-prinsip kurikulum, karena prinsip merupakan pedoman, kaidah, atau hukum yang mengatur perencanaan kurikulum agar sesuai dengan tujuan pendidikan yang lebih efektif dan efisien.

Kurikulum suatu pendidikan akan berdiri utuh jika ditopang oleh komponen-komponennya atau sering disebut dengan batang tubuh. Ada empat komponen kurikulum yaitu komponen tujuan, komponen isi, komponen  metode atau strategi dan komponen evaluasi.(Mukhidin.2002.Kurikulum Pembelajaran Vokasional.Bandung:Gapura Press:Bandung, hal.58). Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan.

Komponen tujuan memuat tujuan pendidikan Nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Pratt (Kaber, 1988) mengemukakan tujuh kriteria yang harus dipenuhi dalam merumuskan tujuan kurikulum adalah seperti herikut :

  1. Tujuan kurikulum harus menunjukkan hasil belajar yang spesifik,fokus dan dapat diamati.
  2. Tujuan harus sesuai dengan tujuan kurikulum, artinya, tujuan-tujuan khusus itu dapat mewujudkan dan sejalan dengan tujuan yang lebih umum.
  • Tujuan harus tercatat dengan tepat, bahasanya jelas, sehingga dapat memberi gambaran yang jelas bagi para pelaksana kurikulum.
  • Tujuan harus memperlihatkan kelayakan, artinya bahwa tujuan itu bukanlah suatu standar yang mesti melainkan harus dapat disesuaikan dengan kondisi.
  • Tujuan harus fungsional, artinya, tujuan itu menunjukkan nilai guna bagi para peserta didik dan masyarakat.
  • Tujuan harus mempunyai kegunaan dalam arti bahwa tujuan itu dipilih berdasarkan nilai yang diakui kepentingannya.
  • Tujuan harus tepat dan sesuai, terutama dilihat dari aspek kepentingan dan kemampuan peserta didik termasuk latar belakang, minat, dan tingkat perkembangannya.

Komponen isi merupakan langkah kedua dalam komponen pengembangan kurikulum setelah semua rumusan tujuan direncanakan dan didokumenkan. Isi atau materi kurikulum menyangkut semua aspek baik pengetahuan, keterampilan maupun sikap.  Oleh karena itu pada tataran implementasinya materi tersebut disajikan dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan peserta didik dan berjenjang, sehingga materi tersebut secara bertahap dikuasai, dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menentukan isi/bahan mana yang sangat esensial dijadikan sebagai isi kurikulum tersebut, diperlukan berbagai kriteria. Berikut ini diuraikan beberapa kriteria menurut tiga orang ahli kurikulum. Perhatikan dan cermati dengan seksama, kemudian coba Anda diskusikan dengan teman -teman mahasiswa lain. Zais (1976) menentukan empat kriteria dalam melakukan pemilihan isi/materi kurikulum, yaitu sebagai berikut :

  1. Materi kurikulum memiliki tingkat kebermaknaan yang tinggi (significance).
  2. Materi kurikulum bernilai guna bagi kehidupan (utility).
  3. Materi kurikulum sesuai dengan minat siswa (interest).
  4. Materi kurikulum harus sesuai dengan perkembangan individu (human development).

Hilda Taba menetapkan kriteria sebagai berikut.

  1. Materi kurikulum valid dan signifikan dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Materi kurikulum beroreintasi pada realita sosial.
  • Materi kurikulum memiliki Kedalaman dan keluasan yang seimbang.
  • Materi kurikulum bersifat konprehensif, baik aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
  • Materi kurikulum dapat diterima dan dipelajarai sesuai dengan pengalaman belajarnya.
  • Materi kurikulum sesuai dengan minat dan bakat sehingga dapat dipelajari.

Komponen Metode/ strategi merupakan langkah ketiga setelah komponen isi dan tahap ini merupakan tahapan yang sangat erat dengan mengimplementasikan kurikikulum. Strategi yang tepat akan mempermudah untuk mengantarkan pencapaian tujuan pembelajaran. Strategi merupakan salah satu cara dalam menyampaikan materi supaya para peserta didik lebih cepat memamahi terhadap materi yang disampaikan.

Komponen yang keempat merupakan Evaluasi. Tahapan ini sangat penting dalam pengembangan kurikulum dalam upaya menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan. Evaluasi menjadi mempunyai kedudukan yang penting terutama dalam menentukan keberhasilan kegaiatan pendidikan dan pembelajaran. Evaluasi dilihat dari aspek makro untuk melihat keberhasilan kegiatan pendidikan secara umum, sedangkan secara mikro dapat digunakan untuk melihat keberhasilan kegiatan pembelajaran di kelas. Evaluasi dapat menentukan ketercapaian tujuan, kesesuaian materi dan ketepatan menggunakan strategi, pendekatan, teknik, model dan metode.

Setelah komponen-komponen pengembangan kurikulum ditentukan, maka penjabarannya dapat dijelaskan dengan yang namanya “silabus”. Silabus merupakan penjabaran dari kurikulum ke materi pokok, kegiatan pembelajaran dan melaksanakan pengembangan evaluasi atau penilaian. Silabus dapat dikatakan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan pelaksanaan pembelajaran serta penilaian untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap kurikulum memiliki isi silabus yang berbeda karena disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial dan budaya.

Pada kurikulum 2013 silabus memiliki komponen-komponen diantaranya adalah  mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (Kunandar, 2011: 244). Silabus kurikulum 2013 mengalama beberapakali revisi mulai dari revisi 2016, revisi 2017, revisi 2018 dan terbaru adalah revisi 2022.

Poin penting atau penejelasan singkat Perbedaan RPP K13 Edisi Revisi 2017 Dengan RPP K13 Revisi 2016. Kurikulum 2013 sekarang sudah direvisi lagi untuk tahun 2017. Revisi K13 Tahun 2017 tidak terlalu signifikan, namun perubahan di fokuskan untuk meningkatkan hubungan atau keterkaitan antara kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD).

Sedangkan dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) K13 revisi 2017, yang dibuat harus muncul empat macam hal yaitu; PPK, Literasi, 4C, dan HOTS sehingga perlu kreatifitas guru dalam meramunya.

Perbaikan atau revisi Kurikulum 2013 tahun 2017 Adalah sebagai berikut :

Mengintergrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) didalam pembelajaran. Karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Mengintegrasikan literasi; keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C (Creative, Critical thinking, Communicative, dan Collaborative). Mengintegrasikan HOTS (Higher Order Thinking Skill). Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang. (sumber: https://kreatifitastanpabatas17.blogspot.com/2017/08/9-perubahan-k13-kurikulum-2013-update.html).

Pada kurikulum Merdeka istilah silabus diganti dengan nama Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). ATP berisikan susunan tujuan pembelajaran yang sistematis berdasarkan urutan pembelajaran dari awal sampai akhir pada suautu fase. ATP ini sudah dipersiapkan oleh pemerintah pusat yang nantinya dapat dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan tetap mengacu pada Capaian Pembelajaran atau CP yang berupa kompetensi pembelajaran yang harus dicapai siswa. Kemudian istilah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam kurikulum 2013 istilahnya diganti dengan Modul Ajar. Modul ajar ini dikembangkan oleh masing-masing guru dan didalamnya harus memuat beberapa komponen diantaranya tujuan pembelajaran, rencana asesmen di awal dan akhir pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran serta media pembelajaran.

Modul ajar bertujuan mempermudah, memperlancar, dan meningkatkan kualitas pembelajaran; menjadi rujukan bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran; menjadi kerangka kerja yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran sesuai capaian pembelajaran.

            Kurikulum merupakan bagian yang terpenting atau jantungnya pendidikan dalam hal ini pembelajaran. suatu pendidikan atau pembelajaran tanpa kurikulum maka akan menjadi apa dunia pendidikan ini, dan tujuan pendidikan pun tidak akan terwujud. Maka dari itu kurikulum harus ada dan dibuat dengan sebaik mungkin dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.

            Dalam membuat kurikulum tentunya ada sumber yang dijadikan dasar atau asal muasal terbentuknya dan terwujudnya kurikulum. Sumber-sumber kurikulum itu diantaranya peserta didik, masyarakat atau sosial-budaya (kultur), serta ilmu pengetahuan. Menurut Sukmadinata dalam Anda Juanda (Landasan Kurikulum dan Pembelajaran.2014.hal.19) menyebutkan beberapa sumber pengembangan kurikulum ialah:

a. Kehidupan dan pekerjaan orang dewasa, di mana isi kurikulum disesuaikan sebagai persiapan anak untuk menjalani kehidupan dan pekerjaan orang dewasa

b. Budaya masyarakat, termasuk di dalamnya semua disiplin ilmu yang ada sebagai pengetahuan ilmiah, nilai-nilai, perilaku, benda material dan unsur kebudayaan lainnya

c. Anak, sebagai pusat atau sumber kegiatan pembelajaran. Perhatian dalam menyusun pengembangan kurikulum bukan sesuatu yang akan diberikan pada anak tapi bagaimana potensi yang ada pada anak dapat dikembangkan secara optimal.

d. Pengalaman penyusunan kurikulum sebelumnya, baik sesuatu yang negatif maupun hasil evaluasi positif atas pelaksanaan kurikulum sebelumnya.

e. Tata nilai di masyarakat, termasuk nilai-nilai apa saja yang akan diajarkan di sekolah atau dalam pelaksanaan kurikulum.Kekuasaan sosial-politik tertentu termasuk lembaga, arah kebijakan dan produk-produk politik berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Suatu kurikulum yang telah dibuat dan akan dilaksanakan tentunya harus diuji dan diperlihatkan kepada segenap pelaksana pendidikan. Untuk menggambarkan suatu proses pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan peserta didik tentunya harus dibuat terlebih dahulu modelnya.  Model adalah gambaran yang mewakili objek, benda atau ide-ide dalam bentuk yang disederhanakan dari suatu kondisi atau gejala alam.

Model-model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

  1. Model Administratif;

Model ini menggambarkan bahwa kurikulum dilakukan dari atas ke bawah (top down). Secara teknis dapat dilihat dari gambaran berikut:

  1. Tim pengembangan kurikulum mulai mengembangkan konsep-konsep umum, landasan, rujukan maupun strategi naskah akademik.
  2. Analisis kebutuhan.
  3. Secara operasional mulai merumuskan kurikulum secara komprehensif.
  4. Kurikulum yang sudah selesai dibuat kemudian dilakukan uji validasi dengan cara melakukan uji coba dan pengkajian secara lebih cermat oleh tim pengarah tenaga ahli.
  5. Revisi berdasarkan masukan yang diperoleh.
  6. Sosialisasi dan desiminasi.
  7. Monitoring dan evaluasi.
  8. Model pendekatan gress root;

Model ini menggambarkan model kebalikan dari model administratif, dimana kurikulum dikembangkan dari keinginan dari bawah atau sering disebut dengan model bottom-up.

2. Model demonstrasi;

Model ini sama halnya dengan model grass root, namun mengembangkan dalam skala kecil.

3. Model Bauchamp;

Menurut bauchamp bahwa pengembangan kurikulum sekurangnya ada lima tahapan dalam pengambilan keputusan. Yaitu arena atau ruang lingkup, para ahli kurikulum, koordinator kurikulum, implementasi dan evaluasi.

4. Model Roger’s;

Menurut beliau bahwa model ini harus berpijak pada perubahan manusia yang mempunyai kekuatan atau potensi untuk berkembang sendiri. Tahapan dari model ini adalah membuat tim/ sekelompok, saling tukar pendapat, pertemuan dengan beberapa tim, pertemuan dengan beberapa tim yang lebih luas, dan melakukan pemecahan masalah.

5. Model pemecahan masalah;

Model ini disebut juga sebagai action research model dimana kurikulum dikembangkan dalam rangka memenuhi kepentingan stakeholder pendidikan yang meliputi, orang tua, siswa, guru, masayarakat dan sistem pendidikan.

6. Model Inverted Taba’s

Model Hilda Taba ini merupakan revisi dari model deduktif, dimana model induktif yang mengambil dari inovasi-inovasi dan kreatifitas guru yang timbul dan ini lebih baik karena model ini berawal dari melakukan pencarian data, percobaan, penyusunan teori dan praktek, serta mengimplementasikannya.

Berkaitan model pengembangan di atas dapat kita simpulkan bahwa kurikulum 2013 dan kurikulum 2022 yang berkembang di Indonesia masih menggunakan model administratif, dimana pemerintah pusat telah memploting muatan-muatan kurikulumnya.

0 0 votes
Article Rating